Selasa, 16 Februari 2016

MEMBIASAKAN AKHLAK TERPUJI HUSNUZZAN, RAJA’ DAN TOBAT



MEMBIASAKAN AKHLAK TERPUJI HUSNUZZAN, RAJA’ DAN TOBAT
 1.      Husnudzan
a.       Pengertian
Ada dua istilah yang sering kita dengar, yaitu Husnudzan dan Su’udzan. Dzan itu sendiri sering juga diartikan ragu, karena mengandung unsur keragu-raguan, ketidakpastian, bias benar bias salah.  Prasangka itu bisa benar bisa salah.  Berprasangka baik disebut Husnudzan sedang berprasangka jelek disebut Su’uzzan. Husnudzan berarti berbaik sangka atau kata lain tidak cepat-cepat berburuk sangka sebelum perkaranya menjadi jelas. Dalam kehidupan sehari-hari manusia akan berinteraksi dengan sesamanya dalam suatu pergaulan. Hal itu disebabkan manusia adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan suatu pergaulan yang harmonis perlu dipupuk sikap berbaik sangka antara sesama manusia. Sikap berbaik sangka meskipun sepintas lalu sepele, akan tetapi sering kita tidak menyadarinya.
b.      Bentuk-Bentuk Husnudzan
1)      Husnudzan Kepada Allah Swt.
Sikap Husnudzan terhadap Allah Swt. hukumnya wajib dan akan sangat mendukung proses pemantapan jiwa keimanan manusia, bahkan akan melahirkan sikap tawadhu’ dan selalu mendekatkan diri kepada Allah Swt.  Berbaik sangka terhadap semua ketentuan Allah Swt. merupakan cerminan watak dan karakter manusia sebagai hamba Allah Swt.
Dari Jabir bin Al Anshari r.a. katanya tiga hari sebelum Rasulullah wafat beliau bersabda: “Janganlah kamu mati melainkan dalam keadaan berbaik sangka terhadap Allah Azza Wajalla” (HR. Muslim)
Seharusnya kita mampu melihat kebaikan-kebaikan Allah Swt. dalam segala hal, rahmat-Nya kepada segenap makhluk-Nya, kasih sayang-Nya serta maghrah-Nya. Ketika kita menghadapi kesulitan kita harus tetap yakin bahwa  Allah telah menyediakan jalan keluar. Serta berkeyakinan  bahwa  Allah tidak bermaksud  menyulitkan kita.
Sikap Husnudzan terhadap Allah Swt. akan menenteramkan jiwa serta memantapkan keimanan manusia. Sikap itu akan melahirkan sikap tawaduk dan tawakal. Sikap Husnudzan terhadap sesama semua ketentuan Allah Swt. merupakan cerminan watak dan karakter manusia sebagai hamba yang beriman. Oleh karena itu, manusia harus yakin bahwa segala sesuatu yang terjadi dalam hidupnya adalah takdir Allah Swt. Manusia harus yakin bahwa kehidupan ini mutlak sepenuhnya di bawah control Allah Swt. dengan demikian, sikap Husnudzan terhadap Allah Swt. akan membawa ketenangan, kedamaian, dan ketentraman hidup manusia.
2)      Husnudzan Kepada Sesama
Kita tidak boleh terburu-terburu berperasangka jelek kepada orang lain sebelum semuanya jelas. Apalagi dasarnya hanya omongan atau isue yang dihembuskan oleh orang-orang yang suka memfitnah, mengadu domba dan menggunjing. Berburuk sangka kepada orang lain akan mendatangkan tnah dan kekejaman, maka di dalam al-Qur’an diibaratkan bagaikan memakan daging saudaranya yang sudah mati.
Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Hujurat [49] : 12)
Lalu bagaimana dengan curiga ? curiga yang tidak berdasar juga tidak boleh. Yang dianjurkan adalah sikap waspada dan berhati-hati. Sering kali kita saksikan di antara terlalu sering berprasangka jelek kepada sesama. Sering pula prasangka kita itu tidak berdasar dan lebih didorong oleh rasa iri, dengki dan dendam. Serta sering pula kita salah di dalam menuduh orang lain.
Rasulullah Saw, dalam melaksanakan tugas dakwahnya tidak kurang dalam meberikan teladan untuk bersikap positip kepada siapapun, sekalipun itu musuhnya. Nabi yang pernah dianiaya, dilempari batu dan penghinaan dari orang kar Quraisy, beliau tetap bersabar. Para sahabat hambir kehilangan kesabaran dan akan menghajarnya, tapi Nabi melarang dan justru nendoakannya:
3)      Husnudzan Kepada Diri Sendiri
Husnudzan terhadap diri sendiri bisa berarti kita bahwa kita harus mempunyai penilaian baik terhadap diri kita. Jika kita sadar bahwa kita memang belum baik, maka kita berprangka baik baik diri kita bisa memperbaiki sikap kita. Husnudzan terhadap diri sendiri juga bisa berwujud sikap percaya diri, kita percaya bahwa kita bisa menjadi orang yang baik, menjadi manusia yang dapat meraih cita-cita. Sikap Husnudzan terhadap diri sendiri ini sangat penting, karena tidak sedikit di antara manusia, yang selalu berprasangka jelek pada sendiri, menyalahkan diri sendiri, merasa tidak mampu, pesimistis, dan frustasi.
… dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburukburuk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman. (QS.Al-Hujurat [49] : 11)

c.       Larangan Su’udzan
Sebaliknya kadang kala secara tidak sadar manusia berprasangka yang tidak baik terhadap  Allah atau terhadap orang lain. Sikap Su’udzan adalah sikap tercela yang harus dihilangkan dari jiwa manusia. Tidak diperbolehkan Su’udzan kepada siapa saja, apalagi Su’udzan terhadap Allah Swt. Yang Maha Kuasa dan Maha Mengetahui, serta Maha Bijaksana  terhadap hamba-hamba-Nya.                                                     
Beranikah manusia berburuk sangka terhadap yang Menciptakan, yakni terhadap Allah Swt. yang Maha Bijaksana, Maha Mengetahui, Maha Penyayang, Maha Pengampun, Maha Kuasa, dan Maha Perkasa itu ? Hanya orang-orang yang tidak memakai akal, hanya orang-orang yang aniaya, hanya orang-orang yang celaka, dan orang-orang yang sangat merugi dalam kehidupan di dunia dan di akhirat sajalah yang bertindak bodoh semacam itu.
š
Dan supaya Dia mengadzab orang-orang munak laki-laki dan perempuan dan orang orang musyrik laki-laki dan perempuan yang mereka itu berprasangka buruk terhadap Allah. Mereka akan mendapat giliran (kebinasaan) yang amat buruk dan Allah memurkai dan mengutuk mereka serta menyediakan mereka neraka jahannam. Dan (neraka jahannam) itulah sejahat-jahat tempat kembali. (QS. Al-Fath  [48] : 6)
d.      Hikmah dan Keuatamaan Husnudzan
1.      Husnudzan akan mendatangkan ketentraman lahir batin
2.      Orang yang memiliki sikap Husnudzan pada Allah menunjukkan bahwa ia telah memiliki jiwa yang takwa, sabar, tabah dan tawakkal
3.      Orang yang memiliki sikap Husnudzan kepada Allah akan senantiasa dicintai  Allah karena ia senantiasa menerima terhadap apa saja yang telah dilimpahkan kepadanya.
4.      Orang yang memiliki sikap Husnudzan kepada sesama manusia akan senantiasa dicintai oleh sesama, karena orang lain merasa tidak pernah dirugikan oleh ulahnya
5.      Sikap Husnudzan akan menjauhkan seseorang dari perbuatan keluh kesah, iri, dengki, memtnah, mengadu domba, dendam dan menggunjing.
e.       Bahaya dari sikap Su’udzan
1.      Su’udzan akan menimbulkan pnederitaan batin bagi pelakunya. Ia akan senantiasa gerlisah karena batinnya dipenuhi dengan tuduhan-tuduhan yang tidak berdasar.
2.      Su’udzan akan membuat seseorang jauh dari Allah, ia akan keluh kesah terus menerus, dan menderita tekanan  batin.
3.      Su’udzan akan menimbulkan retaknya hubungan dengan sesama, terlebih lagi jika sasaran Su’udzan tersebut mengerti. Dan pada puncakknya Su’udzan bisa menimbulkan ketegangan bahkan peperangan, karena masing-masing pihak menaruh kecurigaan kepada pihak lainnya.
4.      Su’uzzan akan menimbulkan dosa yang lain misalnya, iri, dengki, menuduh, ghibah, adu domba, tnah dan lain sebagainya.
5.      Su’uzzan akan menimbulkan pelakunya dibenci oleh orang-orang sekitarnya, kita akan dikucilkan dari masyarakat dan menjadi terisolir.
2.      Raj
a.       Pengertian Raj
Secara bahasa raj’ berasal dari kata rajaa yarjuu raj aj’an, yang berarti mengharap dan pengharapan. Apabila dikatakan raj’ahu maka artinya ammalahu: dia mengharapkannya. Jika dirunut dari makna bahasa, maka asal makna raj’ adalah menginginkan atau menantikan sesuatu yang disenangi.  Menginginkan kebaikan yang ada di sisi  Allah berupa keutamaan, ihsan dan kebaikan dunia akhirat. Raja’ adalah sikap mengharap rida, rahmat, dan pertolongan Allah Swt. serta yakin hal itu dapat diraih.
Mengharap atau harapan menurut Al-Gazali adalah kegembiraan hati karena menanti harapan yang kita senangi dan kita idam-idamkan. Harapan yang kita nantikan harus disertai dengan ikhtiar, doa dan tawakkal. Harapan yang tidak disertai usaha dan doa dapat menjadikan seseorang menghayal atau berangan-angan. Khayalan atau anganangan kosong disebut Gurur. Orang yang hanya berikhtiar tanpa doa maka sesungguhnya ia adalah orang yang sombong, sedang orang yang hanya berdoa tanpa disertai dengan ikhtiar, ia adalah orang yang pemalas. Setelah berikhtiar dan berdoa maka kita bertawakkal kepada Allah Swt.
Jika mengharap ridha, rahmat, serta pertolongan Allah Swt., kita harus memenuhi ketentuan Allah Swt. jika kita tidak pernah melakukan salat ataupun ibadah-ibadah lainnya jangan harap akan meraih ridha, rahmat, atau pertolongan Allah Swt. Sementara orang yang sudah tidak punya harapa disebut orang yang putus asa, dan ini sangat berbahaya. Sayidina Ali bin Abi Thalib, r.a. berkata, ”Sesungguhnya orang alim yang benar ialah yang tidak membuat orang-orang putus asa terhadap rahmat  Allah  dan tidak membuat orang merasa aman dari hukuman Allah.” Oleh karena itu, para ulama adalah pewaris para nabi. Ulama adalah dokter-dokter hati yang memberikan nasihat yang mendatangkan harapan (raja’) bagi setiap orang sakit.
b.      Ciri-Ciri sifat Raj
1.      Optimis
Optimis memungkinkan seseorang melewati setiap tahapan kehidupan dengan lebih indah dan membuat suasana hati lebih terang. Rasa optimis dapat menghilangkan penderitaan batin seseorang dan harapannya dapat timbul kembali. Tidak ada factor yang mampu mengurangi beban permasalahan dalam kehidupan ini, sebagaimana daya dan kekuatan yang terkandung dalam rasa optimisme. Rona kebahagiaan akan tampak diwajah orang yang optimis, tidak saja ketika ia menikmati kepuasan hidup, juga sepanjang hidupnya baik dalam situasi positif maupun negatif. Dalam berusaha mencapai cita-cita tidak jarang kita menemui kesulitan, hambatan, bahkan tantangan, namun satu yang perlu kita yakini bahwa Allah Swt. akan memberikan jalan keluar dari kesulitan tersebut.
Allah kelak akan memberikan kelapangan setelah kesempitan. (QS. At-Thalaq [65] :7)
Orang yang sakitpun harus mempunyai perasaan optimis akan mudah sembuh dan memiliki semangat hidup. Keyakinan akan sembuh dan semangat untuk hidup akan memberikan sugesti tersendiri sehingga membantu proses penyembuhan. Rasa putus asa hampir selalu menghinggapi jiwa manusia. Kenyataan dalam hidup ini, kadang mengharuskan seseoran berhadapan dengan kesulitan, kemelut, frustasi, serta kegagalan. Namun, sebagai orang yang beriman dan bermental kuat, kit harus mempunyai perlawanan untuk mengalahkan rasa frustasi, mengatasi kesulitan, kemelut, gelisah dan kemudian bangkit dari kegagalan.
Orang bijak mengatakan,”Kemasyhuran tidak terletak pada kenyataan bahwa kita tidak pernah jatuh, tetapi kita bangkit lagi setelah jatuh.” Artinya untuk meraih kesuksesan, kemasyhuran dan lain sebagainya harus didahului oleh sebuah proses yang terkadang cukup panjang yang mengharuskan seseorang harus jatuh bangun. Percaya kepada diri sendiri adalah sikap yang sangat penting dalam mencapai usaha atau cita-cita. Pada dasarnya cita-cita akan mudah diraih jika kita yakin mampu meraihnya. Akan tetapi, sangat disayangkan jika dalam pikiran kita selalu membayangkan kegagalan, ragu-ragu, dan rasa takut. Ibarat orang yang akan bertanding, kalah sebelum berperang.
Agar keyakinan menjadi kuat, perlu disertai dengan semangat percaya diri dengan membuang rasa takut dan ragu. Menghargai dan percaya diri sangat diperlukan agar dapat menemukan jati diri yang seutuhnya sehingga usaha meraih cita-cita dapat berhasil. Mari kita renungkan ungkapan orang yang selalu optimis dan percaya kepada diri sendiri berikut ini.
“ Aku percaya kepada diri dan kemampuanku karena aku tahu bahwa sebutir kepercayaan diri lebih besar nilainya daripada sekarung bakat yang tertidur. Yakin dan percaya kepada Allah dan percaya diri menciptakan mukjizat di atas dunia.”
2.      Dinamis
Dinamis adalah sikap untuk terus berkembang, berpikr cerdas, penuh kreasi, dan rajin beradaptasi dengan lingkungan. Orang yang dinamis tidak akan mudah merasa puas dengan prestasiprestasi yang ia peroleh, tetapi akan berusaha terus menerus untuk meningkatkan kualitas diri. Allah Swt. mengajarkan kepada kita apabila selesai menyelesaikan suatu urusan atau tugas maka bergegaslah untuk merencanakan program-program berikutnya. Itulah ajaran dinamis, seperti yang terkandung dalam QS. Al-Insyirh [94] : 7-8 dan Al-Jumu’ah [62] : 10 berikut:
Maka apabila engkau telah selesai (sesuatu urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain). (QS. Al-Insyirh [94] : 7- 8)
Apabila salat telah dilaksanakan, maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah. (QS. Al-Jumu’ah [62] : 10)
Kita tidak bisa berdiam diri berpangku tangan tanpa mempunyai inisiatif untuk melakukan hal-hal yang positif. Imam Sya’i pernah mengingatkan kepada kita dengan nasihat berikut.
Harimau harus keluar dari gua jika ingin makan. Air yang bergerak akan lebih bersih, bening, dan jauh dari berbagai penyakit.
Demikian pula batu yang bergerak akan menghasilkan suara dan percikan api yang akan berguna bagi manusia. Orang yang dinamis akan bekerja keras dalam melakukan usaha baik yang berhubungan dengan aspek duniawi maupun ukhrawi.
Orang yang dinamis akan jauh dari sifat malas, berpangku tangan menunggu bintang jatuh atau hujan emas. Ia akan selalu berusaha dan bertindak sehingga tampak inovatif dan kreatif. Nabi Muhammad Saw. mengajarkan doa kepada kita agar terlindung dari sifat negatif termasuk sifat bermalas-malasan.
Sikap dinamis menuntut kreatitas dan mengisi waktu luang dengan kegiatan positif, menciptakan kreasi baru serta tidak mebiasakan diri berperilaku statis dan konsumtif. Perhatikan juga enam resep sehingga kita bisa berakhalkul karimah, menghindari akhla madzmumah seta mempunyai sikap dinamis, seperti yang disampaikan KH. Mawardi Labbay El Sulthani berikut:
1.      Mengingat keutamaan, menahan marah, dan menyadari terpujinya sifat pemaaf, seperti yang disebutkan dalam al-Qur’an dan hadis.
2.      Mengingat  pedihnya siksa Allah Swt. serta sadar kekuasaan Allah Swt. lebih besar daripada kekuasaan diri kita. Sadar bahwa kita juga sedang mengharap ampunan Allah Swt. supaya di hari akhir nanti tidak mendapat siksa.
3.      Ingatlah, akibat dari permusuhan, iri, dan dengki yang dapat menyebabkan pertikaian berkepanjangan.
4.      Bercerminlah supaya kita melihat rupa yang jelek, tak ubahnya seperti seekor anjing yang buta yang sedang mengamuk.
5.      Melakukan semua hal yang dapat menyembuhkan dendam dan dengki. Renungkan kenapa takut dipandang rendah di hadapan manusia, tetapi tidak takut dipandang rendah oleh Allah Swt. dan Rasulullah Saw. dihari kiamat.
6.      Renungkanlah,  apakah marah itu disebabkan oleh sesuatu yang pantas kita marah atau tidak? Ceritakanlah, pengalaman kita kepada orang lain, apakah menurut ukuran orang lain kasus yang kita hadapi pantas dilakukan dengan rasa marah atau tidak sehingga mengakibatkan kita menyesal dikemudian hari? Sejarah telah membuktikan bahwa Rasulullah saw. sering diejek, dilempari, dan diancam akan dibunuh, tetapi beliau tetap tabah dan tenang menghadapi semuanya. Bahkan, beliau selalu menjawab ejekan dengan doa kebaikan untuk yang mengejek.
c.       Cara Membiasakan Sifat Raja
1.      Selalu berpegang teguh kepada tali agama  Allah yaitu agama Islam,
2.      Selalu berharap kepada Allah, agar selalu diberikan kesuksesan dalam  berbagai macam usaha dan mendapat ridha dari-Nya,
3.      Selalu merasa takut kepada ancaman dan siksaan  Allah di hari akhirat kelak,
4.      Selalu cinta (mahabbah) kepada  Allah dalam beragam situasi dan keadaan.
5.      Yakin bahwa rahmat Allah sangat dekat dengan orang-orang yang berbuat baik
d.      Hikmah dan Keutamaan raja
1)      Sikap raja’ merupakan sikap optimisme total, sebagaimana seorang pedagang yang rela mempertaruhkan seluruh modal usahanya karena meyakini keuntungan besar yang bakal segera diraihnya. \
2)      Raja’ akan menjadikan seseorang hidup tanpa kesedihan. Sebesar apapun bahaya dan ancaman yang datang tidak mampu menghapus ‘senyum’ optimisme dari wajahnya.
3)      Raja’ akan membuat seseorang berprasangka baik membuang jauh prasangka buruk.
4)      Raja’ akan membuat seseorang mengharapkan rahmat  Allah dan tidak mudah putus asa
5)      Raja’ akan membuat seseorang merasa tenang, aman, dan tidak merasa takut pada siapapun
6)      Raja’ dapat meningkatkan rasa syukur atas nikmat yang telah diteriamnya
7)      Raja’ dapat menghilangkan rasa hasud, dengki, dan sombong kepada orang lain
3. Taubat
a.       Pengertian Taubat
Kata taubat  berasal dari kata taba, yang darinya terbentuk antara lain kata taubat, pada mulanya berarti “kembali”. Taubat berarti memohon ampunan kepada Allah Swt. atas segala dosa dan kesalahan. Taubat merupakan bentuk pengakuan atas segala kesalahan dan pernyataan menyesal atas dosa-dosa yang telah dilakukan.
b.      Dasar Taubat
Banyak sekali ayat ayat al-Qur’an dan hadis Nabi Muhammad saw. yang memuat kewajiban dan anjuran bertaubat, antara lain;
Disamping itu masalah taubat juga disampaikan dalam QS. at-Tahrim [66] ayat 8; QS. al-Baqarah [2] ayat 222; QS. al-Munqn [63] ayat 10–11; QS. an-Nis’[4] ayat 17-18 dan QS. al-Ahzab[33] ayat 73
Mengapa manusia harus bertaubat? Jawabannya karena perbuatan dosa yang dilakukan seseorang dapat membawa akibat buruk bagi pelakunya. Beberapa kerugian yang diakibatkan oleh perbuatan  dosa, antara lain
1)      menjauhkan dari pertolongan Allah Swt. karena Allah Swt. hanya  akan menolong hamba-Nya yang taat (lihat QS. Hd [11] : 44);
2)      membuat hidup tidak berkah atau tidak berdaya guna dan tidak  bermanfaat (lihat QS. Al-A’rf [7] : 96),
3)      membuat rusak lingkungan hidup dan penderitaan  (lihat QS. Ar-Rm [30] : 41), dan
4)      membuat  hati  menjadi keras sehingga sulit untuk menerima kebenaran.
Allah Maha Pengampun dan sifat  Allah yang Maha Pengampun dijelaskan sendiri dalam Al-Qur’an. Allah Swt. mempunyai beberapa nama yang menunjukkan bahwa  Allah Maha Pengampun. Nama-nama itu adalah sebagai berikut.
1.      Al-Gafr berarti yang Maha Pengampun
2.      Al-Afuwwu berarti yang Maha Pemaaf
3.      At-Tawwb  berarti yang Maha Menerima Taubat
c.       Syarat Taubat
Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh orang yang bertaubat agar taubatnya diterima Allah Swt.  syarat-syarat itu adalah sebagai berikut.
·         taubat yang dilakukan seketika itu juga, yaitu setelah sadar bahwa ia telah berbuat kesalahan.
·         jika ada hak orang lain yang harus diselesaikan terlebih dahulu, misalnya hutang, maka harus diselesaikan.
·         taubat  hendaknya  merupakan taubat nasuha, yaitu benar-benar  menyesal atas kesalahan yang diperbuat dan bertekad tidak akan mengulangi lagi.
·         mengakui dan menyadari bahwa dirinya sangat membutuhkan magrah atau ampunan Allah Swt.
·         mengganti kesalahan dengan kebaikan.
Disamping itu ada beberapa amal ibadah yang apabila dilakukan akan menghapus atau melebur dosa kita, antara lain
·         wudhu;
·         shalat fardu dan shalat jum
·         sujud dalam salat;
·         puasa ramadan;
·         salat tarawih;
·         ibadah haji dan umrah;
·         tasbih, tahmid, takbir bakda salat;
·         sabar dalam penderitaan;
·         menziarahi dan mendoakan orang tua;
·         sedekah.
d.      Hikmah dan Keutamaan Taubat
-          Orang yang bertaubat akan sadar bahwa ia tidak sempurna dan bisa  berbuat kesalahan, karena itu bisa menimbulkan sikap hati-hati dan tidak gegabah.
-          Orang yang bertaubat tidak mudah melakukan kesalahan lagi, karena sudah tertanam dalam hatinya penyesalan.
-          Orang yang bertaubat hidupnya akan dipenuhi dengan optimis yang besar akan masa depan hidup yang akan dijalaninya.
-          Orang  yang  bertaubat  memiliki  kesempatan  besar  untuk  mendapatkan surga Allah Swt.
-          Orang yang bertaubat akan mendapat rahmat dari Allah Swt.
-          Orang yang bertaubat akan bersih jiwanya dari dosa dan sifat buruk.
-          Orang yang bertaubat akan terhindar dari azab Allah Swt.
e.       Doa Taubat
Berikut ini adalah beberapa contoh doa taubat:
1.      Surah Ali-Imran Ayat 147
... Ya Tuhan kami ampunilah dosa-dosa kami dan tindakan-tindakan kami yang berlebihan (dalam) urusan kami dan tetapkanlah pendirian kami, dan tolonglah kami terhadap orang-orang kafir. (QS. Ali-Imran [3] : 147)
2.      QS. Ali-Imran/3 Ayat 193
... Ya Tuhan kami ampunilah dosa-dosa kami dan hapuskanlah kami kesalahan-kesalahan kami dan matikanlah kami beserta orang-orang yang berbakti. (Q.S. li-Imrn [3] : 193)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar