Selasa, 16 Februari 2016

AKHLAK TERCELA ISRAF,TABZIR DAN BAKHIL



A.    ISRAF
1.    Pengertian Isyraf
Kata isyraf berasal dari bahasa Arab asrafa-yusrifu-isyraafan yang berarti “bersuka ria sampai melampaui batas”. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia “melampaui batas” atau “berlebihan” diartikan “melakukan tindakan di luar wewenang yang telah ditentukan berdasarkan aturantertentu yang berlaku”. Sedangkan menurut istilah “melampaui batas” atau “berlebihan” dapat dimaknai sebagai “suatu tindakan yang dilakukan seseorang di luar kewajaran atau kepatutan, karena kebiasaan yang dilakukan untuk memuaskan kesenangan diri secara berlebihan”.  Orang yang berbuat isyraf disebut musyrif, musrifun atau musrifin.

2.    Bentuk-Bentuk Sikap Isyraf
Sikap melampaui batas (berlebihan) menjelma dalam bentuk :
1.    Pamer kekayaan, berlebihan dalam memakai atau menggunakan kekayaan, baik berupa pakaian ataupun makanan, sehingga menimbulkan sikap ria.
2.    Berjiwa Sombong, lepas kontrol terhadap diri sendiri dan sosial, sehingga melakukan hal-hal yang diluar kewajaran.
3.    Mendambakan kemewahan dunia semata, sehingga melupakan akhirat.
4.    Mengikari nikmat yang dikaruniakan oleh Allah, atau kufur nikmat, seperti melupakan pemberi rezki (Allah) dan menganggap rezeki yang diperoleh hanya semata karena usaha sendiri.
5.    Melakukan ibadah secara berlebihan, seperti shalat malam semalam suntuk, sehingga ketiduran ketika menjelang pagi dan meninggalkan shalat shubuh
Menurut syaekh Nashir As Sa'di, hal yg bisa dikatagorikan berlebihan, yaitu :
1.    Menambah-nambah di atas kadar kemampuan, dan berlebihan dalam hal makan, karena makan yang terlalu kenyang dapat menimbulkan hal yang negatif pada struktur tubuk manusia.
2.    Bermewah-mewah dalam makan, minum dan lain-lain artinya dalam memakan atau meminum sesuatu tidak boleh memperturutkan hawa nafsu, sehingga semua yang di inginkan tersedia.
3.    Melanggar batasan-batasan yang telah di tentukan Allah Ta'ala.
4.    Menumpuk-numpuk harta atau sesuatu hal yang tidak telalu dibutuhkan oleh kita maupun oleh masyarakat.
5.    Melakukan segala sesuatu yang berlebiha, contohnya terlalu banyak tidur bisa menyebabkan berbagai penyekit terutama malas, dari penyakit malas inilah timbul berbagai dampak yang tidak baik seperti tidak mau bekerja, kalaupun bekerja hasilnya pun tidak akan optimal
6.    melakukan pekerjaanyang sia-sia, terkadang kita sebagai manusia suka denga hal-hal yang bersifat hura-hura
7.    memperturutkan hawa nafsunya, manusia dalam menghadapi hidup biasanya dihadapakan pada dua permasalahan yaitu antara keperluan dan kebutuhan dengan keinginan.
Demikianlah di antara sikap melampaui batas (berlebihan) yang tidak diridhai oleh Allah Swt. yang tentunya perbuatan yang dilarang oleh ajaran Islam.
Allah SWT berfirman :

Artinya : Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.
Ayat tersebut memerintahkan kepada kita untuk memanfatkan rizki yang telah Allah berikan kepada kita, salah satunya dengan makan dan minum serta semua yang telah Allah berikan halalkan untuk manusia tanpa berlebihan. Maksud sebaliknya dari ayat trsebutialah larangan bagi kita untuk melakukan perbuatan yg melampaui batas, yaitu tidak berlebihan dalam menikmati apa yang dibutuhkan oleh tubuh dan jangan pula melampaui batas-batas makanan yang dihalalkan.
3.    Nilai Negatif Sikap Isyraf
Melampaui batas merupakan penyakit yang  mematikan, merusak banyak orang,   dan mengancam masa depan umat manusia, terutama generasi muda Islam sejak zaman dahulu hingga sekarang. Selain itu, sikap Israf juga merupakan bentuk pengingkaran akan nikmat Allah SWT, sedangkan pengingkaran akan nikmat Allah SWT tidak akan memperoleh keuntungan sedikitpun. Nabi Muhammad SAW bersabda : Binasalah orang-orang yang melampaui batas. (HR. Muslim).
Melampaui batas, akan mengakibatkan amal ibadah seseorang menjadi terhenti karena manusia mempunyai sifat cepat bosan dan juga terbatas kemampuannya. Kadang-kadang ia akan meninggalkan sama sekali sedikit ataupun banyak yang mestinya ialakukan. Karena itu, menurut Imam Hasan Basri, hendaknya seseorang selalu bersabar dalam menjalankan ibadah kepada Allah SWT. Sedangkan menurut Imam Asy-Syatibi, bahaya sikap Israf bekasnya dapat menghilangkan keteguhan dan keseimbangan yang dituntut oleh agama.
Di antara akibat sikap melampaui batas (berlebihan) adalah sebagai berikut :
1.    Mengakibatkan terhentinya melakukan amal ibadah dan tidak sabar, karena manusia memmiliki tabiat cepat bosan dan memiliki kemampuan yang terbatas.
2.    Manusia biasanya akan sabar mengerjakan pekerjaan yang berat dan sulit dalam waktu beberapa hari atau beberapa bulan, lebih dari itu akan manusia akan bosan.
3.    Sikap "berlebihan" terkadang akan berubah menjadi sebuah "keteledoran", suatu hal yang sebelumnya bersifat ketat, berubah menjadi kebebasan. Pada akhirnya dia akan meninggalkan sedikit atau banyak dari apa yang seharusnya dilakukan.
4.    Dibenci oleh Allah Ta'ala
5.    Menjadi sahabat setan
6.    Menjadi orang yang akan tercela dan menyesal
7.    Akan Allah binasakan
8.    Menjadi orang yang tersesat
4.    Upaya Menghindari Sikap Isyraf
Diantara upaya dalam mengindari sikap Israf yaitu melakukan amal ibadah secara istiqamah ataupun terus-menerus meskipun sedikit. Amal tersebut merupakan amal yang paling di sukai oleh Allah SWT. Selain itu, upaya yang lain adalah dengan hidup secara bersahaja dan tidak selalu mengikuti hawa nafsu. Sederhanakanlah dan tundukkanlah hawa nafsu dengan menggunakan akal sehat. Seseorang yang hidup bersahaja, tidak akan suka melakukan sesuatu yang di luar kewajaran, karena perbuatan tersebut akan merendahkan dirinya di hadapan Allah SWT dan juga manusia yang lain karena sebagian besar kejelekan yang menimpa manusia bersumber dari hawa nafsu yang lepas kontrol.
Selain itu, Islam telah memberikan tuntunan dalam berbuat dan beribadah, antara lain:
1.    Rasulullah Saw. melarangan umatnya berpuasa terus-menerus.
2.    Rasulullah Saw. melarang shalat disebagian besar waktu malam, kecuali pada sepuluh akhir Ramadhan.
3.    Rasulullah Saw. melarang membujang jika telah mampu menikah.
4.    Rasulullah Saw. melarang meninggalkan makan daging.
Bagi orang yang beramal tanpa mengetahui ketentuan di atas, maka dia beroleh pahala, tetapi bagi orang yang mengetahui ketentuan tersebut, tetapi tidak mengindahkannya dan melampauinya, maka dia berarti dikalahkan dan tertipu oleh nafsunya.
B.    Tabzir
1.    Pengertian Sikap Tabzir

Menurut bahasa, Tabzir berasal dari bahasa Arab bazzara-yubazziru-tabziirun yang berarti boros. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata boros diartikan berlebih-lebihan atau menghambur-hamburkan dalam pemakaian uang ataupun barang. Menurut istilah tabzir adalah perbuatan yang dilakukan dengan cara menghambur-hamburkan uang ataupun barang karena kesenangan atau kebiasaan.
Perbuatan boros merupakan perbuatan syaitan dan dilarang oleh Islam. Seyogyanya seorang muslim dalam membelanjakan hartanya harus dengan perhitungan yang matang, menyangkut azas manfaat dan mudharat. Islam tidak membolehkan umatnya membelanjakan hartanya dengan sesuka hati, sebab akan mengakibatkan kesengsaraan, baik di dunia maupun di akhirat.

2.    Bentuk-Bentuk Sikap Tabzir

Adapun bentuk-bentuk perbuatan yang menjurus ke sikap tabzir di antaranya adalah :
1.    Menganggap kemewahan hidup di dunia sebagai suatu kesenangan dan kebahagiaan dan berusaha meraihnya tanpa mempedulikan ketentuan agama.
2.    Mencari kekayaan yang berlimpah dengan segala cara dengan jalan yang tidak wajar dan dilarang agama, sehingga menimbulkan kecurangan, kejahatan dan penipuan yang merugikan pihak lain.
3.    Membelanjakan harta yang dimiliki secara boros tanpa memperhitungkan azas manfaat dan mudaratnya. Sementara larangan berlaku boros bertujuan supaya setiap muslim dapat mengatur pengeluaran sesuai keperluan.
4.    Kikir dalam membelanjakan harta untuk berbuat kebajikan, seperti wakaf, infaq ataupun sedekah.
Sehubungan dengan hal ini, Rasulullah Saw. menegaskan bahwa, sikap boros atau tabzir tidak saja dalam hal makan atau minum, akan tetapi juga dalam beribadah, sebagaimana sabdanya :

راى رسول الله صلى الله عليه وسلم رجلا يتوضأ فقال لاتسرف لاتسرفُ

Artinya : Rasulullah Saw. telah melihat seorang laki-laki berwudhu', lalu beliau bersabda "Jangan kamu berlebih-lebihan. Jangan kamu berlebih-lebihan" (HR. Ibnu Majah dari Ibnu Umar).

Allah menegaskan bahwa, orang yang berlaku boros adalah saudara syaitan, karena sama-sama ingkar terhadap nikmat Allah Swt. Ungkapan ini merupakan celaan terhadap orang-orang yang boros. Menghambur-hamburkan kekayaan di luar perintah Allah, memperturutkan godaan syaitan. Allah berfirman :

  Artinya : Sesungguhnya orang-orang yang pemboros itu adalah saudara setan dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhan-nya. (al-Isra' : 27).


3.    Nilai Negatif Sikap Tabzir

Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa, sikap tabzir dipicu oleh sikap pamer dan sikap sombong, di mana kedua sifat itu menyebabkan kehancuran pada diri sendiri, karena tidak memiliki kontrol pribadi dan sosial. Jika diri sudah lepas kontrol, maka akan menimbulkan sikap boros.
Perbuatan boros merupakan perbuatan setan yang dilarang dalam agama Islam dan akan berakibat kesengsaraan baik di dunia maupun di akhirat kelak.  Di dunia, ia akan kehabisan hartanya secara cepat, sehingga ia akan menjadi sengsara karena tidak bisa memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Di akhirat kelak, seseorang yang boros akan ditempatkan di dalam neraka.
Boros merupan tabiat setan dan orang yang boros merupakan saudara setan. Selain itu, boros juga merupakan bentuk pengingkaran akan nikmat Allah SWT. Karena itu, perbuatan boros harus dihindari oleh setiap muslim dalam berbagai situasi dan keadaan. Allah melarang umatnya membelanjakan hartanya secara boros agar ia dapat mengatur nilai pengeluaran yang sesuai dengan keperluannya. 
Allah telah memberikan isyarat dalam al-Qur'an, bahwa akibat kesombongan dan kecongkakkan, Qarun beserta harta kekayaannya yang menjadi kebanggaan dan keangkuhannya dibenamkan oleh Allah ke dalam perut bumi. Hal ini memberikan peringatan kepada umat sesudahnya bahwa, ternyata harta yang tidak diridhai Allah tidak memperoleh manfaat.

4.     Upaya Menghindari Sikap Tabzir

Supaya umat manusia terhindar dari sikap tabzir, Islam melalui risalah yang dibawa oleh Rasulullah Saw. telah memberikan batas-batasan dan ketentuan dalam segala aspek kehidupan umatnya, termasuk dalam hal makan, berpakaian ataupun dalam beribadah. Di antara ketentuan itu adalah :
1.    Islam melarang makan dan minum, berpakaian, berhias ataupun dalam bersedekah secara berlebihan.
2.    Islam menganjurkan hidup sederhana, yang dimaksud sederhana di sini bukan berarti harus hidup melarat, tetapi sederhana sekedar mencukupi kebutuhan yang diperlukan tanpa berlebihan dan sewajarnya.
3.    Islam melarang bersikap sombong dengan menzalimi diri sendiri ataupun orang lain, karena menyebabkan kesengsaraan.
Setiap yang dilarang dalam Islam sudah tentu mengandung mudarat yang dapat merugikan kehidupan manusia. Sementara setiap suruhan sudah pasti juga memiliki manfaat yang akan menguntungkan bagi keselamatan hidup.
Orang yang mau menerima dan mengamalkan secara baik nasehat yang benar hanyalah orang-orang yang sabar dan tekun, termasuk di dalamnya orang yang patuh melaksanakan perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya, akan menerima dengan baik dan ikhlas apa yang telah ditentukan Allah terhadapnya.
Pengertian kikir
Sebagaimana yang telah kami paparkan dalam mukaddimah. Dalam pembahasan ini ada dua kata dalam bahasa arab yang maknanya hampir sama yaitu kata (
البخل ) dan (الشح ).
Al-buhlu atau bakhil adalah menahan sesuatu yang wajib. Sedangkan asy-syuh atau kikir adalah menahan sesuatu yang wajib dan tamak atau rakus terhadap apa yang menjadi milik orang lain. Jadi asy-syuh lebih buruk dan tercela dari pada al-Bukhl.
Dua sikap ini sama tercelanya. Sehingga tidak pantas dalam diri seorang muslim terdapat sifat bakhil dan kikir. Sebagaimana dikatakan dalam sebuah riwayat:
“Dua hal yang tidak akan terhimpun pada diri seorang mukmin: bakhil dan ahlak yang buruk.” (Diriwayatkan At-Tirmidzi)
“kikir dan iman sama sekali tidak akan terhimpun di dalam diri seorang hamba.” (Diriwayatkan At-Tirmidzi, Ahmad, Al-Hakim, Al-Baihaqi dan Al-Baghawi)

III. Dalil-dalil yang berkaitan dengan bakhil.
Sifat bakhil dan kikir ini sangatlah dicela dalam Islam. Hal ini bisa dilihat dalam beberapa nash syar’I, baik dari Al Qur’an maupun As Sunnah. Kesemua dalil tersebut menunjukkan betapa jeleknya akibat dari keduanya.
Dari Al Qur’an
Kata bakhil beberapa kali disebutkan dalam Al Qur’an. dan semua ayat tersebut mengandung celaan terhadap sifat bakhil ini, di antaranya :
وَأَمَّا مَنْ بَخِلَ وَاسْتَغْنَى (8) وَكَذَّبَ بِالْحُسْنَى (9) فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْعُسْرَى (10) وَمَا يُغْنِي عَنْهُ مَالُهُ إِذَا تَرَدَّى (11)

“dan adapun orang-orang yang kikir dan merasa dirinya cukup (tidak memerlukan pertolongan Allah). Serta mendustakan pahala yang terbaik. Maka akan kami permudahkan jalannya menuju kesukaran (kesengsaraan). Dan hartanya tidak bermanfaat baginya apabila ia telah binasa (mati). (Qs. Al-Lail : 8-11)
هَاأَنتُمْ هَؤُلاَء تُدْعَوْنَ لِتُنفِقُوا فِي سَبِيلِ اللهِ فَمِنكُم مَّن يَبْخَلُ وَمَن يَبْخَلْ فَإِنَّمَا يَبْخَلُ عَن نَّفْسِهِ وَاللهُ الْغَنِيُّ وَأَنتُمُ الْفُقَرَاء .
“Ingatlah, kamu ini orang-orang yang diajak untuk menafkahkan (hartamu) pada jalan Allah. Maka di antara kamu ada orang yang kikir, dan siapa yang kikir sesungguhnya dia hanyalah kikir terhadap dirinya sendiri. Dan Allah-lah yang maha kaya sedangkan kamulah orang-orang yang membutuhkan(Nya). (Qs. Muhammad :38)

الَّذِينَ يَبْخَلُونَ وَيَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبُخْلِ وَيَكْتُمُونَ مَا آتَاهُمُ اللهُ مِن فَضْلِهِ وَأَعْتَدْنَا لِلْكَافِرِينَ عَذَابًا مُّهِينًا
“yaitu orang-orang yang kikir, dan menyuruh orang lain berbuat kikir, dan menyembunyikan karunia Allah yang telah diberikan-Nya kepada mereka. Dan kami telah menyediakan untuk orang-orang kafir siksa yang menghinakan.” (Qs. An-Nisa’ : 37)
Allah mencela orang-orang yang tidak mau menginfakkan hartanya di jalan yang telah diperintahkan Allah, seperti untuk berbuat baik kepada orang tua, kerabat karib, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat, tetangga yang jauh, ibnu sabil dan hamba sahaya. Mereka pun tidak mengeluarkan hak Allah yang terdapat dalam harta mereka, bahkan menyuruh orang lain berbuat bakhil. Rasulullah bersabda,
“Adakah penyakit yang lebih ganas dari pada bakhil?“
Firman Allah, “dan menyembunyikan karunia Allah yang telah diberikan kepada mereka.“ Orang bakhil adalah orang yang mengingkari nikmat Allah. Nikmat Allah itu tidak tampak dalam pakaian, makanan atau pemberiannya. Oleh karena itu Allah mangancam dengan firmanNya, “dan kami telah menyediakan bagi orang-orang kafir siksa yang menghinakan.“
Dalam sebuah hadits dinyatakan,
“Sesungguhnya jika Allah menganugerahkan suatu nikmat kepada hamba-Nya, maka Dia suka jika kenikmatan itu tampak berdampak pada dirinya.“
Konteks ayat ini adalah bakhil dalam hal harta. Namun bakhil terhadap ilmu pengetahuan tentu lebih tercakup lagi ke dalaml ayat itu sebab konteknya mengenai infak kepada kerabat dekat dan orang-orang lemah.
وَلاَ يَحْسَبَنَّ الَّذِينَ يَبْخَلُونَ بِمَا آتَاهُمُ اللهُ مِن فَضْلِهِ هُوَ خَيْرًا لَّهُمْ بَلْ هُوَ شَرٌّ لَّهُمْ سَيُطَوَّقُونَ مَا بَخِلُواْ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“sekali-kali janganlah orang yang bakhil dengan hartan yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka , bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelah di lehernya pada hari kiamat.” (Qs. Ali Imron :180)
Firman Allah ta’ala, “dan jangan sekali-kali mengira bahwa kekikiran orang-orang atas karunia yang telah Allah berikan kepadanya adalah baik bagi mereka. Bukan baik tetapi buruk bagi mereka.” Maksudnya, jangan sekali-kali orang kikir menduga bahwa harta yang dikumpulkan itu berguna baginya, justru akan memberikan madharat bagi mereka dalam agamanya, walaupun kadang mendatangkan manfaat baginya di dunia.”
Kemudian Allah memberitahukan ihwal kesudahan hartanya pada hari kiamat. Allah berfirman, “apa yang mereka kikirkan itu kelak akan dikalungkan kepada mereka pada hari kiamat.”
Al-Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah,  bersabda, “ barang siapa yang diberi
rdia berkata bahwa Rasulullah  harta kekayaan oleh Allah namun tidak dizakatinya, maka hartanya itu akan menjelma menjadi seekor ular yang mempunyai dua titik hitam pada sebelah atas kedua matanya. Kemudian ular itu akan dikalungkan kepadanya pada hari kiamat lalu menggigit kedua pipinya. Ular itu berkata, ‘aku  membaca ayat diradalah hartamu dan gudang kekayaanmu.’ Kemudian Nabi  atas.”
Al-Aufi meriwayatkan dari Ibnu Abbas, dia berkata, “ayat ini diturunkan berkaitan dengan ahli kitab yang tidak mau menjelaskan isi kitab yang diturunkan kepada mereka.” Demikian menurut riwayat Ibnu Jarir. Pendapat yang shahih ialah yang sebelumnya, walaupun pendapat ini termasuk ke dalam pengertian bakhil juga.
وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“dan barang siapa dipelihara dari kekikiran dirinya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (Qs. Al-Hasr : 9)
Ada seorang laki-laki mendatangi Abdullah dan berkata : "wahai Abu Abdirrahman aku khawatir aku akan celaka." Maka beliau bertanya, "Apa yang menimpamu?" laki-laki itu menjawab, "Aku mendengar Firman Allah, "“dan barang siapa dipelihara dari kekikiran dirinya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (Qs. Al-Hasr : 9), sedangkan aku adalah orang yang sangat kikir, hampir-hampir tidak pernah aku mengeluarkan sesuatu pun dari kedua tanganku ini." Maka beliau berkata, "Bukan kikir ini yang dimaksud dalam firman Allah tersebut, sesungguhnya kikir adalah engkau memakan harta saudaramu secara dzalim, tetapi yang menimpamu adalah kebakhilan, dan sejelek-jeleknya sesuatu adalah kebakhilan."

Dari As-Sunnah
 beliau pernah berdo’a:
rDari nabi
"Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari lemah hati dan bakhil (Riwayat Al-Bukhari dan Muslim)

Jabir  pernah bertanya kepada banu salamah, "siapakah
r meriwayatkan, Nabi t pemimpin kalian?“ mereka menjawab, "jadd bin Qais. Hanya saja kami menganggapnya orang yang bakhil.“ Beliau bersabda, "Lalu penyakit apakah yang lebih parah dari pada bakhil? Pemimpin kalian adalah Bisyr bin Barra’ bin Ma’rur“ (Riwayatkan Al-Bukhari di dalam Al-Adabul Mufrad)

 bersabda :
rDari Anas beliau berkata, Rasulullah
ثَلَاثٌ مُهْللِكَاتٌ شُحٌّ مُطَاعٌ وَهَوًى مُتْبَعٌ وَإِعْجَابُ المَرْءِ بِنَفْسِهِ
"Tiga perkara yang merusak, yaitu kikir yang dituruti, nafsu yang diikuti, dan ketaajuban seseorang terhadap diri sendiri .“ (Riwayatkan Al-Bazzar dan Abu Nu’aim)
r beliau berkata, Rasulullah tDari Abu Hurairah  bersabda : “Tidaklah para hamba menjumpai waktu subuh kecuali akan turun dua malaikat. Yang satu berkata, “ya Allah berilah orang-orang yang berinfak ganti atas hartanya.“ Dan yang lain berkata, “ya Allah berikanlah kepada orang yang bakhil kerugian.“ (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Perkataan ulama salaf dan orang bijak
Para ulama salaf dan orang yang berilmu mereka sangat mencela sifat bakhil dan kikir. Mereka sendiri tidak mau dirinya terjerumus dalam sifat ini. karena sifat ini hanya akan mendatangkan kerugian bagi pelakunya. baik di dunia maupun di akhirat, serta mendatangkan kesengsaraan bagi orang lain ketika di dunia.
Al-Khaththabi berkata, "kikir yang membuat seseorang tidak mau memberi, lebih parah dari pada bakhil.“
Salman alfarisy berkata, "jika orang dermaawan meninggal dunia, maka bumi para malaikat penjaganya berkata, 'ya rabbi, lepaskanlah urusan dunia dari hamba-Mu karena kedermawannya’. Jika orang bakhil meninggal dunia, maka bumi berkata, 'ya rabbi, halangilah orang ini dari surga, sebagaimana hamba-Mu ini menghalangi apa yang ada di tangannya dari keduniaan’.“
Di antara orang bijak ada yang berkata, "siapa yang bakhil, maka musuhnyalah yang akan mewarisi hartanya.“
Seorang A’rabi mensifati orang lain dengan berkata, "dia menjadi hina dalam pandanganku karena kebesaran dunia dalam pandangannya.“
Seorang A’rabi mencela suatu kaum dengan berkata, "mereka berpuasa dari yang ma’ruf dan melahap kekejian.“
tAbu Bakar Ash-Shiddiq  berkata :
"Orang yang bakhil atau kikir tidak bisa terlepas dari salah satu tujuh perkara berikut :
1. Ketika ia mati, hartanya akan diwarisi oleh orang yang akan menghabiskan dan membelanjakannya untuk sesuatu yang tidak diperintahkan Allah;
2. Allah akan membangkitkan penguasa zhalim yang akan merenggut seluruh hartanya setelah menyiksanya terlebih dahulu.
3. Allah menggerakkan dirinya untuk menghabiskan harta bendanya.
4. Muncul ide pada dirinya untuk mendirikan bangunan di tempat yang rawan bencana, sehingga bangunan tersebut semua harta yang disimpan di dalamnya lalu ludes.
5. Dia ditimpa musibah yang dapat menghabiskan hartanya, seperti tenggelam, terbakar, mengalami pencurian, dan sebagainya.
6. Dia ditimpa penyakit kronis sehingga hartanya habis untuk berobat.
7. Dia menyimpan hartanya di sebuah tempat, kemudian ia lupa tempat itu, sehingga hartanya hilang."

IV. Batasan bakhil
Banyak orang yang berbicara masalah bakhil dan kedermawanan. Di antara mereka ada yang membatasi bakhil dengan menahan yang wajib. Sedangkan orang yang berbuat sesuai dengan apa yang diwajibkan kepadanya, maka dia tidak disebut orang bakhil. Memang pengertian ini bisa dikata cukup. Orang yang tidak menyerahkan kepada keluarganya kecuali menurut ukuran yang ditetapkan seorang hakim, kemudian dia membuat mereka menderita karena tidak mau menambah bagian untuk keluarganya sekalipun hanya satu suapan atau sebuah korma saja, maka dia termasuk orang bakhil.
Yang benar, orang yang terbebas dari bakhil ialah yang melaksanakan yang wajib menurut syari’at dan hal-hal yang lazim, dengan cara yang terhormat dan disertai kerelaan hati tatkala mengeluarkannya.
Yang wajib menurut ketentuan syariat ialah mengelurkan zakat dan memberikan nafkah kepada keluarga. Sedangkan yang lazim dengan cara yang terhormat ialah dengan tidak merasa sayang terhadap apa yang dikeluarkannya dan menghindari hal-hal yang hina. Gambarannya berbeda-beda menurut perbedaan kondisi dan individu. Sesuatu yang dipandang buruk pada diri orang yang kaya belum tentu dipandang buruk pada diri orang yang miskin. Apa yang dipandang buruk pada diri seseorang karena menyusahkan keluarga, kerabat dan tetangganya dalam urusan makanan, belum tentu dianggap buruk pada diri orang asing. Orang bakhil ialah yang menahan apa yang mestinya dia tidak boleh menahannya, entah atas dasar ketentuan syariat entah atas dasar menjaga kehormatan. Siapa yang melaksanakan ketentuan syariat dan kelaziman kekesatriaan, berarti dia terlepas dari sifat bakhil. Tetapi dia tidak memiliki sifat kedermawanan selagi tidak mau mengeluarkan lebih dari itu.
Bakhil tidak hanya terbatas kaitannya dengan harta semata. Bakhil juga termasuk dalam ilmu dan jabatan. Orang yang tidak mau mengajarkan ilmu yang telah didapatkan kepada orang lain pun disebut bakhil. Begitu juga orang yang tidak mau mengorbankan jabatannya baik untuk kepentingan agama ataupun untuk kepentingan masyarakat maka dia termasuk bakhil.
 menyatakan orang bakhil adalah
rBahkan rasulullah  orang yang tidak mau membaca shalawat kepada beliau jika nama beliau  bersabda :rdisebut. Rasulullah
الْبَخِيلُ مَنْ ذُكِرْتُ عِنْدَهُ ثُمَّ لَمْ يُصَلِّ عَلَيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Orang bakhil adalah siapa yang mendengar namaku disebut dia tidak mau bershalawat kepadaku.“ (riwayat At-Tirmidzi)

V. Akibat bakhil
Bakhil tidak hanya mendatangkan kerugian di dunia semata, namun di akhirat pun orang bakhil akan mendapat azab karena kebakhilannyan tersebut. Di antara akibat yang ditimbulkan oleh bakhil adalah :
1. Akan sulit mendapatkan kebahagiaan.
2. Hina di hadapan orang lain.
3. Orang yang bakhil akan tersiksa jiwanya, karena selalu memikirkan bagaimana cara agar hartanya bertambah.
4. Hartanya tidak bermanfaat karena hanya ditumpuk saja. Bahkan orang yang sangat bakhil tidak mau hartanya berkurang sedikitpun, walau sekedar memenuhi kebutuhannya sendiri.
5. Pada hari kiamat kelak, harta yang ditumpuknya akan dikalungkan di lehernya sebagai balasan atas kebakhilannya.
6. Harta yang ditumpuknya tidak bermanfaat sama sekali dihadapan allah, melainkan hanya akan mendatangkan kerugian baginya.
7. Kehancuran yang disebabkan peperangan sesama manusia, sebagai mana yang telah menimpa umat-umat terdahulu.

VI. Cara Mengobati bakhil
Semua penyakit pasti ada obatnya. Tidaklah Allah menurunkan suatu penyakit, kecuali juga menciptakan obatnya. Sebagaimana penyakit yang menimpa jasad manusia yang pasti ada obatnya, penyakit hati pun demikian.
Hal pertama untuk mengobati bakhil adalah dengan mengetahui kebaikan-kebaikan yang akan didapat dari sifat dermawan (suka memberi) serta mengetahui kejelekan-kejelekan yang akan didapat dari sifat bakhil.
Juga perlu diketahui bahwasannya sifat bakhil itu mempunyai sebab-sebab dan motif-motif yang mendorong seseorang bersikap demikian. dan motif yang paling kuat dalam hal ini adalah takut miskin. Maka islam telah menerangkan hal itu dalam banyak ayat dengan ungkapan yang sangat indah dan bijaksana.
Sedangkan sebab yang lain adalah kecintaan terhadap harta. Sedangkan cinta terhadap harta itu ada dua sebab:
1. Cinta kepada nafsu, yang tidak bisa dicapai kecuali dengan memiliki harta dan harapan yang muluk-muluk. Sekalipun dia tidak mempunyai harapan yang muluk-muluk untuk dirinya sendiri, tetapi dia mempunyai anak, maka dia juga termasuk orang yang mempunyai harapan yang muluk-muluk.
2. Cinta hanya semata kepada harta itu. Di antara manusia ada yang mempunyai harta melimpah, cukup untuk kebutuhannya sepanjang hidupl andaikan dia membatasi kebutuhannya yang lazim seperti biasanya, agar hartanya masih banyak atau bertambah banyak, sementara dia pun tidak mempunyai anak dan sudah tua, lalu dia tidak mau membelanjakan hartanya untuk kebutuhan-kebutuhannya, termasuk pula untuk sadaqah, maka ini termasuk penyakit bakhil yang sulit diobati. Perumpamaan orang ini ialah seperti orang yang mencintai orang lain. Ketika utusan orang yang dicintainya datang, dia justru mencintai utusan tersebut dan malalaikan orang yang tadinya dicintai. Dunia ini adalah utusan yang menghantarkan kepada apa yang dibutuhkan. Dia mencintai uang dan lupa kebutuhannya. Tentu saja ini merupakan kesesatan.

VII. Penutup
Sifat bakhil adalah pokok dari semua kehinaan. Menandakan sedikitnya akal dan jeleknya pembinaan. Mengajak manusia kepada kebiasaan-kebiasan yang tercela. Tidak bisa bersatu dengan keimanan dalam hati manusia.
Karena pada hakikatnya kebakhilan akan menyebabkan kehancuran dan rusaknya akhlak manusia. Sebagaimana ia merupakan tanda berburuk sangka kepada Allah. Maka kebakhilan akan menyebabkan seseorang terpisah dengan sahabat-sahabatnya dan jauh dari akhlak para nabi dan orang-orang sholeh.
Maka orang yang bakhil tidak diterima keberadaannya di dunia dan di akhirat akan disiksa. mereka adalah orang yang dibenci oleh Allah dan manusia. Dari sinilah muncul perkataan :
“Kedermawanan seseorang menjadikan musuh-musuhnya cinta kepadanya, sedangkan kebakhilannya menyebabkan anaknya sendiri benci kepadanya.”
Ada juga yang mengatakan, “Bakhil menghilangkan sifat kemanusiaan dan memunculkan kebiasaan hewani.”
Oleh karena itu marilah kita senantiasa berusaha menjauhkan diri kita dari sifat bakhil. Karena ia hanya akan menjauhkan manusia dari kasih sayang Allah dan akan menjadikan orang lain benci terhadap kita. Bahkan seorang anak akan membenci ayahnya sendiri disebabkan oleh kebakhilan yang menyelimuti hati.
Semoga Allah senantiasa menjaga kita dari sifat bakhil dan memasukkan kita ke dalam golongan orang-orang yang sholeh. Wallahu a’lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar